Salah satu produk konveksi yang akan selalu dibutuhkan oleh setiap orang disetiap masa adalah pakaian. Apalagi sebagai kaum muslim kita dituntut untuk mengenakan pakaian syar’i dengan ciri salah satunya adalah menutup aurat. Demikian pula halnya dengan para pengusaha konveksi, mereka dituntut untuk mengetahui secara baik segala hal terkait dengan pakaian. Mulai dari bahan kain yang baik, desain pakaian yang syar’i, proses yang tepat hingga segala hal terkait fardlu kifayah dan fardlu ‘ain seputar pakaian. Sehingga kita bisa mengenal peran personal, industri dan bahkan peran negara dalam hal ini.
Secara umum berpakaian adalah aktivitas mubah yang termasuk hajatul udhowiyah (kebutuhan hidup). Namun mengenakan pakaian yang menutup aurat untuk berbagai situasi adalah fardhu ain. Meski berpakaian bukan bagian dari Rukun Islam, namun hanya dengan berpakaian yang syar’i, tubuh akan terjaga tetap sehat, dan beberapa Rukun Islam dapat ditunaikan sempurna.
Fungsi Pakaian Sebagai Kewajiban Personal
Allah dalam Qur’an surat Al A’raf berfirman:“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi `auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat” (QS 7:26).
Dari sisi syari’at, fungsi pertama pakaian adalah menutupi aurat. Aurat ini berbeda-beda untuk beberapa situasi. Ketika sholat, aurat harus tertutup lengkap. Ketika dalam keadaan ihram (untuk haji atau umrah), wanita harus tertutup lengkap tetapi tidak boleh bercadar, sedang laki-laki tidak boleh memakai pakaian berjahit maupun penutup kepala. Ketika cuma sedang bersama pasangan (suami/istri) tak ada aurat, sehingga tak perlu ada pakaian yang harus menutupinya. Ketika hanya ada anggota keluarga yang termasuk mahram, ada aurat tertentu yang boleh terlihat. Sedang bila ada orang lain (non mahram) maka berlaku aturan pakaian yang lebih ketat, seperti untuk wanita berlaku kewajiban mengenakan jilbab (baju kurung longgar seperti gamis) dan himar (kerudung yang menutupi sampai dada). Jilbab bersama dengan himar ini sering disebut hijab.
Ayat himar dan di depan siapa wanita wajib menutup auratnya ada di Qur’an surat An Nuur:“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka tahan pandangannya, pelihara kemaluannya, dan janganlah mereka tampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak padanya. Dan hendaklah mereka tutupkan kerudung (hingga) ke dadanya, dan jangan tampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putera-putera mereka, putera-putera suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putera-putera saudara laki-laki mereka, putera-putera saudara perempuan mereka, wanita-wanita Islam, budak-budak yang mereka miliki, pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai hasrat (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka pukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung” (QS 24:31)
Sedang ayat jilbab ada di Qur’an surat Al-Ahzab:“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang-orang mu’min: “Hendaklah mereka ulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang” (QS 33:59).
Ini semua adalah fardhu ain-nya. Adapun fardhu kifayahnya, yang pertama adalah menyiapkan pakaian yang syar’i seperti itu. Tentu saja perlu ada industri yang menyiapkan bahan yang memenuhi syarat syar’i, juga ada pengrajin trampil yang menjahitnya. Semua shar’e fashion & textile technology ini adalah fardhu kifayah. Disinilah penting membangun usaha konveksi yang syar’i, sehingga menjadi ladang dakwah dan ladang tuaian pahala yang berlimpah insyaAllah. Bisa dibayangkan jika kita mendesain kemudian memproduksi pakaian yang syar’i kemudian ada yang tertarik dan membelinya dari kita. Kemudian masyarakat banyak memakainya dalam kehidupan. InsyaAllah setiap hari ketika mereka menggunakan produk yang kita buat akan mengalirkan pahala kebaikan yakni pahala jariyah.
Menuntut Peran Negara
Fardhu kifayah kedua adalah pengawasan pakaian di ruang publik, agar tidak ada baik laki-laki maupun wanita berkeliaran yang “seperti berpakaian padahal telanjang”. Tentu saja edukasinya dikedepankan dibandingkan sanksi, tetapi tetap harus ada yang menerapkan sanksi (tahzir) demi terjaganya masyarakat dari kerusakan. Termasuk fardhu kifayah juga adalah mengatasi kendala institusional dari muslimah yang ingin berhijab.
Dimasa saat ini kerap kali kita melihat effek dari sikap kehidupan yang serba permisif. Seperti penggunaan pakaian yang tidak senonoh oleh sebagian orang, sehingga tampak auratnya oleh orang lain. Apalagi didukung oleh ketidak beranian masyarakat untuk menegur kebiasaan yang tidak baik tersebut yang dianggap sebagai hak asasi. Disatu sisi mereka yang ingin mewujudkan ketundukannya kepada aturan islam dalam konteks berpakaian malah dilarang dengan alasan kerjaan, aturan sekolah atau profesionalisme.Tentu ini adalah sebuah ketidak adilan dan wujud negara abai menjaga nilai moral dari masyarakatnya.
Orientasi dan Inovasi Pakaian Syar’i
Fardhu kifayah ketiga adalah bagaimana menyediakan pakaian syar’i secara cukup untuk semua orang. Tidak boleh ada orang yang kesulitan karena kelangkaan, kemiskinan atau tidak ada model yang tepat yang sesuai dengan profesi atau medan yang dihadapinya. Hari ini kita melihat, ada orang yang sampai keluar uang jutaan rupiah untuk model hijab terkini, sementara pada saat yang sama ada banyak wanita di luar sana belum memiliki pakaian yang sempurna menutup aurat. Di beberapa negeri Islam yang ketat dalam hal busana syar’i, wanita dari luar negeri yang belum berhijab diberikan hijab syar’i secara cuma-cuma sebelum melewati pintu imigrasi.
Selain itu, tidak dapat diingkari, bahwa sejumlah profesi dengan tingkat kesulitan tinggi (seperti geolog dasar laut, insinyur nuklir atau bahkan astronot) ternyata sukses dijalankan wanita. Mereka ingin berhijab, tetapi menunggu inovasi busana muslimah yang praktis untuk profesi mereka. Disinilah peran penting para pengusaha konveksi untuk mendalami islam sehingga bisa melakukan inovasi – dan ijtihad – dalam masalah kontemporer ini, tentu saja fardhu kifayah pula. (Disadur dari artikel facebook Prof. Fahmi Amhar)
Demikian penjelasan terkait hal yang menjadi prinsip dalam usaha konveksi khususnya dalam pakaian syar’i. Semoga sobat Diamond Konveksi bisa terinspirasi atau bahkan tercerahkan dengan artikel sederhana ini. Baca juga artikel menarik kami yang lain dan sampai juga diartikel menarik berikutnya.