Total ada 12 motif batik Solo yang terkenal di tengah-tengah masyarakat. Masing-masing motif mengandung makna filosofi dan keunikan tersendiri. Motif-motif tersebut memiliki ragam cerita dan filosofi yang tercermin dalam setiap goresan dan warnanya.
Keberagaman motif batik Solo juga mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi masyarakat Solo yang begitu dinamis dan penuh warna. Dari waktu ke waktu, batik Solo telah mengalami perkembangan dalam hal desain dan teknik pembuatannya.
Sejarah Batik Solo
Batik Solo mulai berkembang setelah wilayah Mataram terpecah akibat Perjanjian Giyanti yang terjadi pada Tanggal 13 Februari Tahun 1755. Perjanjian tersebut membuat Kerajaan Mataram terbagi menjadi dua yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Ketika perpecahan terjadi, semua barang-barang termasuk batik dibawa ke Yogyakarta. Peristiwa tersebut mendorong Pakubuwono IV untuk menciptakan busana keraton yang baru. Busana kemudian dinamakan Gragak Surakarta yang berarti Gaya Surakarta.
Ciri khas batik Solo identik dengan warna-warna gelap seperti hitam dan coklat. Namun ada juga batik yang memiliki warna sedikit lebih cerah seperti warna krem. Ciri khas lainnya adalah motif geometris dan ukuran motif yang kecil-kecil, mengikuti aturan batik Mataram.
Motif batik Solo dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu motif yang berasal dari Keraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran. Keberadaan motif-motif batik dari kedua keraton mendorong perkembangan peradaban batik di Kota Solo.
Bukti nyata dari berkembangnya batik di Solo adalah munculnya Kampung Batik Laweyan dan Kampung Batik Kauman.
Motif Batik Solo
Motif batik selalu mengalami perkembangan dari masa ke masa. Bukti nyata dari berkembangnya batik di Solo adalah munculnya Kampung Batik Laweyan dan Kampung Batik Kauman.
Berikut ini adalah 12 motif batik khas Kota Solo yang banyak digunakan dalam berbagai kesempatan:
1. Motif Sidomukti
Penamaan batik motif sidomukti diambil dari bahasa Jawa yaitu kata “sido” yang berarti jadi dan “mukti” yang berarti kemakmuran, berkecukupan, kesejahteraan, dan kemuliaan. Oleh karena itu batik motif sidomukti sering dikenakan oleh pengantin Jawa.
Dalam pernikahan adat Jawa batik motif sidomukti dipakai dengan harapan agar sang pengantin dapat memulai kehidupan baru, memperoleh banyak rezeki, berkah, dan kebahagiaan.
2. Motif Truntum
Kata “truntum” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “bersemi kembali”. Motif truntum melambangkan cinta yang terus tumbuh dan berkembang. Motif ini sering digunakan dalam upacara pernikahan adat Jawa, khususnya oleh orang tua mempelai wanita.
Maknanya adalah sebagai simbol kasih sayang dan restu bagi pasangan pengantin. Motif truntum juga sering digunakan sebagai simbol agar orang tua bisa menjadi teladan bagi anak-anak di masa depan.
3. Motif Sawat
Motif sawat terinspirasi dari bentuk sayap yang dimiliki oleh burung garuda. Menurut kepercayaan mereka burung garuda adalah kendaraan Dewa Wisnu yang melambangkan kekuasaan dan keagungan raja.
Batik motif sawat mengandung makna simbolis tentang kebesaran dan kepemimpinan. Dalam upacara pernikahan adat Jawa motif sawat dipakai untuk mencerminkan harapan akan kekuatan, keberanian, dan kebijaksanaan dalam menjalani kehidupan baru.
4. Batik Parang
Batik motif parang menjadi salah satu pola batik yang tertua di Indonesia. Nama “parang” sendiri berasal dari kata “pereng,” yang berarti lereng. Kata “perengan” menggambarkan garis yang menurun dari tinggi ke rendah dengan pola diagonal.
Serangkaian pola yang menyerupai huruf S yang terjalin tanpa putus melambangkan kesinambungan atau koneksi. Desain huruf S ini terinspirasi dari ombak laut, yang melambangkan semangat yang tak pernah padam.
5. Motif Kawung
Motif batik Solo yang selanjutnya ada motif kawung. Motif batik kawung termasuk motif klasik yang memiliki pola melingkar menyerupai buah kawung atau kolang-kaling. Beberapa kepercayaan juga menyebutkan bahwa pola tersebut menggambarkan bunga teratai.
Motif kawung sering diartikan sebagai simbol kesucian dan keseimbangan. Dalam budaya Jawa, teratai melambangkan umur panjang dan kesucian karena tumbuh di air yang keruh namun tetap bersih.
6. Satrio Manah
Batik satrio manah biasa digunakan oleh wali dari mempelai pria saat prosesi lamaran. Di baliknya tersirat makna filosofis yang mendalam, yakni simbol penerimaan lamaran oleh keluarga calon mempelai.
Motif satrio manah mencerminkan nilai-nilai kekeluargaan, persatuan, dan kesetiaan. Dengan demikian, batik satrio manah bukan hanya sekadar pakaian, tetapi juga membawa pesan simbolis yang menghormati tradisi dan hubungan antara kedua keluarga yang akan bersatu.
7. Batik Slobog
Kata “slobog” berasal dari bahasa Indonesia yang artinya “longgar”. Motif ini sering digunakan dalam konteks takziyah atau berkabung. Dalam kegiatan takziyah, penggunaan batik slobog menunjukkan simbol kesedihan dan penghormatan.
Pola yang longgar dan tidak teratur pada motif ini mencerminkan perasaan yang hancur dan kacau di dalam hati, serta menggambarkan proses penyembuhan yang lambat dan berliku.
8. Semen Rante
Batik semen rante melambangkan cinta dan sering dipakai oleh wanita saat prosesi lamaran. Motif semen rante menandakan bahwa hati wanita yang mengenakan batik tersebut tetap setia pada calon suaminya sejak pertama kali dilamar.
Hiasan pola batik asli Solo bermotif semen rante terdiri atas tiga bagian yaitu ornamen yang berhubungan dengan bumi, ornamen yang berhubungan dengan udara, serta ornamen yang berhubungan dengan laut atau air.
9. Batik Bondet
Batik bondet dari Solo merupakan motif yang kompleks dengan pola yang rumit. Gambarnya terdiri dari berbagai elemen dalam satu kesatuan yang harmonis. Motif bondet sering digunakan oleh mempelai wanita untuk malam pertama pernikahan.
Batik bondet terdiri dari beberapa jenis seperti batik sido asih, batik ratu-ratih, batik parangkusumo, batik bokor kencana, dan batik sekar jagad. Setiap jenis mencerminkan keindahan dan kekayaan budaya dalam tradisi adat Jawa.
10. Batik Pamiluto
Batik pamiluto sering dianggap istimewa karena digunakan oleh ibu dari kedua mempelai saat momen pertukaran cincin. Penggunaan motif ini menciptakan momen simbolis yang menggambarkan persatuan kedua keluarga dalam ikatan pernikahan.
Setiap goresan pada motif pamiluto mencerminkan rasa cinta, dukungan, dan harapan untuk masa depan yang bahagia bagi pasangan yang bersatu. Batik pamiluto bukan hanya pakaian, tetapi juga membawa pesan yang dalam tentang persatuan dan kebersamaan.
11. Batik Ceplok Kasatrian
Batik ceplok kasatrian kerap dipilih untuk menyaksikan prosesi kirab pernikahan sebelum kedua mempelai duduk di kursi pengantin. Ragam motif batik ini menciptakan suasana yang meriah dan bersemi dalam upacara pernikahan.
Penggunaan batik ceplok kasatrian mencerminkan penghormatan terhadap tradisi dan keindahan budaya Jawa. Dalam prosesi kirab, motif ceplok kasatrian menjadi simbol keharmonisan dan kesatuan antara kedua keluarga yang akan bersatu.
12. Semen Gendong
Motif batik Solo yang terakhir ada motif semen gendong. Batik semen gendong biasa dipakai oleh kedua mempelai dalam prosesi pernikahan. Motif semen gendong melambangkan harapan untuk memiliki anak yang taat kepada orang tua.
Desain motif yang khas dan simbolis memberikan pesan tentang keinginan akan keluarga yang bahagia dan penuh berkah. Dengan memakai batik semen gendong, ada harapan dan doa-doa yang mendalam untuk masa depan mereka bersama.